Beranda | Artikel
Macam-Macam Tauhid dan Macam-Macam Syirik
Kamis, 14 Maret 2019

Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr

Macam-Macam Tauhid dan Macam-Macam Syirik adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam dengan pembahasan Kitab الدروس المهمة لعامة الأمة (pelajaran-pelajaran penting untuk segenap umat). Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 21 Jumadal Akhirah 1440 H / 26 Februari 2019 M.

Download kajian sebelumnya: Hikmah Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah dan Rasul-RasulNya

Status Program Kajian Tentang Pelajaran Penting untuk Umat

Status program Kajian Tentang Bagaimana Menjadi Pembuka Pintu Kebaikan: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap ahad & senin pukul 17.00 - 18.00 WIB.

Kajian Ilmiah Tentang Macam-Macam Tauhid dan Macam-Macam Syirik

Berkata Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah, “Pelajaran ke-4; Pembagian Tauhid dan Pembagian Syirik.”

Tauhid itu terbagi menjadi tiga; tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa sifat.

Macam-Macam Tauhid

Adapun yang dimaksud dengan tauhid rububiyah adalah mengimani bahwasanya hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu. Tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut.

Yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah yaitu mengimani bahwasanya Allah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu baginya. Dan ini adalah makna dari kalimat La Ilaha Illallah. Karena maknanya adalah “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.”

Semua ibadah, mulai dari shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang lainnya wajib diikhlaskan hanya kepada Allah saja. Tidak boleh dipalingkan dari ibadah-ibadah tersebut kepada selainNya.

Yang dimaksud dengan tauhid asma wa sifat yaitu mengimani bahwa semua yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits yang shahih dari nama-nama dan sifat-sifat Allah serta menetapkannya untuk Allah saja sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya tanpa menyelewengkan nama-nama dan sifat-sifat tersebut, tanpa meniadakan, tanpa menentukan bentuknya dan tanpa menyerupakannya dengan selain Allah. Dan ini adalah pengamalan dari firman Allah Ta’ala:

قُلْ هُوَ اللَّـهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّـهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾

Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.” (QS. Al-Ikhlas[112]: 4)

Juga firmanNya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura[42]: 11)

Sebagian ulama membagi tauhid ini menjadi dua bagian saja. Mereka menjadikan tauhid asma wa sifat dan tauhid rububiyah menjadi satu bagian dan tidak ada perdebatan dalam hal ini. Karena maksud dari para ulama yang membagi dua jelas dari dua pembagian tersebut.

Dalam pelajaran kita ini ada penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembagian tauhid yang tiga. Tauhid yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita dan dengan tujuan tersebut Allah menciptakan makhlukNya dari kalangan jin dan manusia.

Nash-nash dari Al-Quran dan as-Sunnah telah menjelaskan setelah diperiksa dan diteliti ternyata terdapat bahwasanya tauhid menjadi tiga bagian; tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat.

Dan tiga pembagian ini saling berkaitan, tidak mungkin dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena keimanan seorang hamba dengan rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala juga keimanan mereka dengan nama-nama dan sifat Allah mengharuskan mereka mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allah dan mengesakan Allah saja dalam segala jenis peribadahan. Dan tidak boleh mereka mengambil sekutu dan tandingan untuk Allah ‘Azza wa Jalla.

Dasar Pembagian Macam-Macam Tauhid

Tiga pembagian tauhid ini diketahui dari penelitian terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan indah penelitian yang sempurna, ini adalah hujjah sebagaimana perkara-perkara lain dalam syariat kita diketahui dari penelitian dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka pembagian tauhid inilah pembagiannya syar’i. Yaitu pembagian yang diambil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Perhatikan pembagian ini, sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

الْحَمْدُ لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah[1]: 2)

Ini adalah tauhid rububiyah. Kemudian firman Allah:

الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan.” (QS. Al-Fatihah[1]: 3-4)

Ini adalah tauhid asma wa sifat. Juga firman Allah:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”  (QS. Al-Fatihah[1]: 5)

Juga pembagian ini dalam surat lain dari Al-Quran yaitu surat An-Nas, Allah berfirman:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan manusia.” (QS. An-Nas[114]: 1)

Ini adalah tauhid rububiyah. Kemudian firman Allah:

مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾

Raja manusia” (QS. An-Nas[114]: 2)

Ini adalah tauhid asma wa sifat.

إِلَـٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾

Sembahan manusia.” (QS. An-Nas[114]: 3)

Ini adalah tauhid uluhiyah.

Kemudian beliau Syaikh bin Baz Rahimahullah menjelaskan setiap bagian dari bagian tauhid ini dengan penjelasan yang ringkas dengan perkataan beliau, “Adapun tauhid rububiyah yaitu mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut.”

Jenis ini disebut dengan tauhid rububiyah yang maknanya adalah seorang hamba menetapkan dan mengimani rububiyah Allah ‘Azza wa Jalla atas seluruh alam. Dan bahwasanya hanya Allah yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatur alam ini dan mengatur seluruh perbuatan hamba, Tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut.

Dan seseorang yang mengimani jenis tauhid ini tidak cukup untuk dikatakan seorang yang bertauhid. Dan tidak akan menyelamatkan dia dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala selama dia belum mendatangkan konsekuensi dari tauhid rububiyah, yaitu tauhid ibadah (mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla), Sebagaimana firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya ” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

Juga Allah ‘Azza wa Jalla berkata tentang keadaan orang-orang Musyrik:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّـهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ ﴿١٠٦﴾

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).

Artinya mereka beriman sebagaimana perkataan sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma dan selainnya, mereka mengimani bahwasanya Allah adalah Tuhan pencipta, pemberi rezeki. Karena orang-orang Musyrik apabila mereka ditanya siapa yang menciptakan kalian? Siapa yang menciptakan langit dan bumi? Siapa yang memberi kalian rejeki? Siapa yang menghidupkan dan mematikan? Mereka semua mengatakan, “Allah”.

Jadi mereka beriman kepada Allah bahwasanya Allah adalah pencipta, pemberi rejeki, yang menghidupkan, yang mematikan, yang mengatur alam ini, akan tetapi dalam ayat ini Allah mengatakan:

إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ

“Mereka mensekutukan Allah dalam ibadah.”

Juga sama dengan ayat ini, firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّـهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٢﴾

“Dan janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah sedangkan kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 22)

Ayat ini diucapkan kepada orang-orang Musyrikin. Mereka mempersekutukan Allah dalam ibadah, padahal mereka mengetahui bahwasanya tidak ada pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka penetapan mereka bahwasanya tidak ada pencipta selain Allah mengharuskan mereka mengesakan Allah dalam ibadah dan tidak menjadikan sekutu-sekutu dan tandingan-tandingan bagi Allah.

Tauhid uluhiyah

Adapun yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah yaitu mengimani bahwasanya hanya Allah yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Dan ini adalah makna arti dari kalimat Laa Ilaha Illallah. Karena makna Laa Ilaha Illallah adalah ‘tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.’

Maka seluruh ibadah, mulai dari shalat, puasa dan selainnya wajib diikhlaskan hanya kepada Allah saja dan tidak boleh dipalingkan kepada selainNya.

Ini adalah tauhid uluhiyah. Dan juga dinamakan dengan tauhid ibadah, juga dinamakan dengan tauhid al-iradi ath-thalabi (mentauhidkan niat dan tujuan), juga tauhid ‘amali (amal). Dan semua nama-nama ini adalah untuk satu nama, yaitu tauhid uluhiyah.

Yang dimaksud dengan tauhid ini yaitu mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah yaitu dengan berdo’a kecuali kepada Allah, tidak beristighatsah kecuali kepada Allah, tidak bertawakal kecuali kepada Allah, tidak menyembelih kecuali untuk Allah, tidak bernadzar kecuali untuk Allah, tidak memalingkan jenis ibadah apapun kecuali untuk Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dalilnya adalah Firman Allah:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّـهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.” (QS. Al-An’am[6]: 163)

Maka arti dari tauhid uluhiyah yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah dan mengikhlaskan seluruh agama hanya kepada Allah, serta berlepas diri dari kesyirikan. Dalilnya sangat banyak sekali. Diantaranya adalah Firman Allah:

إِنَّنِي بَرَاءٌ مِّمَّا تَعْبُدُونَ ﴿٢٦﴾ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ ﴿٢٧﴾

Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 27)

Juga firmanNya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّـهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl[16]: 36)

Juga firman Allah:

وَاعْبُدُوا اللَّـهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun.” (QS. An-Nisa`[4]: 36)

Juga firman Allah:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ

Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia” (QS. Al-Isra`[17]: 23)

Juga firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّـهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,” (QS. Al-Bayyinah[98]: 5)

Juga firman Allah:

أَلَا لِلَّـهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang murni” (QS. Az-Zumar[39]: 3)

19:56.001

Tauhid uluhiyah ini adalah makna dari kalimat laa ilaaha illallah sebagaimana yang diisyaratkan oleh Syaikh bin Baz Rahimahullah. Oleh karena itu dikatakan kalimat tauhid adalah kalimat laa ilaaha illallah. Karena maknanya adalah tauhid dan kalimat inilah kalimat tauhid. Dan tidak ada tauhid kecuali dengan kalimat ini atau dengan jenis tauhid ini. Yaitu dengan meniadakan hak ibadah dari segala sesuatu selain Allah dan menetapkan hak ibadah dengan segala jenisnya hanya kepada Allah saja. Yaitu dengan mengikhlaskan ruku’ kita, sujud kita, kerendahan hati kita, do’a kita, nadzar kita, penyembelihan, rasa takut, rasa harap dan segala ibadah-ibadah yang lain harus diikhlaskan untuk Allah saja dan tidak boleh untuk dijadikan sekutu apapun selain Allah ‘Azza wa Jalla.

Dan kalimat laa ilaaha illallah tidak akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama dia belum merealisasikan tujuan dari kalimat ini. Yaitu mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla. Karena barangsiapa yang mengucapkan kalimat ini dengan lisannya dan membatalkannya dengan perbuatannya maka kalimat yang tidak akan bermanfaat baginya. Siapa yang mengatakan laa ilaaha illallah kemudian berdo’a kepada selain Allah, beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan dari selain Allah, menyembelih, bernadzar untuk selain Allah, maka tidak akan bermanfaat untuk nya kalimat laa ilaaha illallah karena ia belum merealisasikan tujuan dari kalimat tauhid ini. Kalimat ini bukan sekedar kata-kata yang tidak ada artinya. Bahkan sebaliknya kalimat ini mengandung makna yang sangat agung dan tujuan yang sangat besar yaitu agar seorang mentahidkan Allah ‘Azza wa Jalla dan mengikhlaskan seluruh agamanya hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Simak pada menit ke-22:56

Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Hikmah Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah dan Rasul-RasulNya


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46813-macam-macam-tauhid-dan-macam-macam-syirik/